Kamis, 06 September 2012

Corporate Social Responsibility, Angin Segar untuk Ketenangan Keluarga dan Kemaslahatan Konsumen.

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Komunitas Fakultas Ekologi Manusia, Edisi 06/2012
Berkembangnya sektor industri di Indonesia memberikan lapangan baru bagi tenaga kerja di Indonesia serta memberi sumbangan title ‘Negara berkembang’ bagi Indonesia. Industri atau perusahaan bagi Negara berkembang dapat menjadi solusi permasalahan ekonomi. Karena, melalui industri, nilai produk nasional dan pendapatan Negara akan meningkat. Dalam proses perkembangan Negara, industri dianggap sebagai faktor penting yang sangat membantu dan memberi sumbangan besar. Kreativitas individu juga dapat dengan mudah terpublikasikan melalui produk industri yang makin beragam setiap harinya.
Namun sayang, keragaman tersebut membuat konsumen harus mengencangkan ikat pinggang mereka, harus semakin cermat, dan harus menundukan kepala terhadap perkembangan produk agar tidak tergoda pada segala bentuk promosi yang ada. Terlebih ketika indeks nilai tukar rupiah yang kecil, subsidi ini-itu yang dicabut satu persatu, masyarakat semakin tercekik dan terjepit. Jadilah barang-barang dengan harga murah menjadi primadona di pasaran, tidak peduli kualitasnya, yang penting kebutuhan dan keinginan konsumen terpenuhi. Produsen pun lihai memanfaatkan momen tersebut, mereka gencar membuat produk dengan biaya produksi semurah mungkin, tujuannya: memperoleh keuntungan besar dan terlepas dari kemelut hidup melarat.
Ibarat malaikat, meletup pulalah pemikiran orang-orang hebat yang memiliki perhatian terhadap kesejahteraan konsumen serta keberlanjutan produksi yang perusahaan sehingga dibentuklah suatu sistem baru bernama Corporate Social Responsibility atau yang biasa disingkat CSR. Dalam Undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal terdapat istilah tanggung jawab sosial perusahaan atau TJSP. Begitu juga dengan Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, didalamnya tercantum istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan atau TJSL. Kedua istilah tersebut hampir mirip dengan CSR. Istilah tersebut dianggap sebagai regulasi pemerintah yang mengatur jalannya perusahaan dalam rangka mencapai sustainable industry atau industri yang berkelanjutan. Karena, dengan menjalankan CSR industri memperoleh kepedulian dari pemangku kepentingan (stake holders) industri. Lebih daripada itu, semangat ber-CSR juga muncul dari pihak industri sebagai misi memberi umpan balik kepada komunitas sekitar dan lingkungan.
Keberadaan regulasi CSR ini memberikan angin segar bagi konsumen dan keluarga –yang anggotanya merupakan bagian dari konsumen- karena didalam CSR juga diatur regulasi dalam pemasaran yang memegang prinsip value cycle dimana tanggung jawab produsen tidak hanya berhenti hingga produk mereka dijual, tetapi produsen juga harus memastikan pengolahan limbah produksi dan sampah prosuknya hingga kembali menjadi faktor produksi (Haque, 2011). Siklus yang dijelaskan oleh Umair Haque secara tidak langsung mengandung unsur penjagaan kepuasan dan loyalitas konsumen dalam proses produksi suatu industri karena sebelum menjadi sampah tentunya produk tersebut sudah digunakan. Adapun datangnya kepuasan dan loyalitas konsumen sendiri berangkat dari produk yang memberikan kenyaman dan prestise ketika menggunakan produk tersebut. Hal lain yang tidak kalah penting untuk dipahami didalam CSR adalah bahwa kepuasan satu konsumen terhadap satu produk bukan berarti mematikan pangsa pangsar produk lain, karena keragaman produk merupakan faktor yang menyempurnakan pasar dan regulasi CSR pun tidak lupa untuk mengatur strategi pemasaran yang sehat.
Selanjutnya dengan persaingan yang sehat, konsumen juga dapat memilih produk sesuai preferensi (kecenderungan) mereka. Karena pada dasarnya konsumen memerlukan produk yang beragam dan berkualitas baik dalam hal tipe produk, merek, bahkan kemasan sekalipun. Tidak akan ada pihak yang dirugikan dalam regulasi CSR. Kita sebaiknya sama-sama memahami bahwa regulasi CSR merupakan salah satu aturan yang mempertimbangkan kepentingan stake holders, masyarakat sekitar , konsumen, dan lingkungan. Semoga, dengan kebesaran hati industri untuk menerima regulasi CSR, tidak ada lagi kasus konsumen yang keracunan makanan, tidak akan ada lagi insiden luapan lumpur yang merendam pemukiman warga, dan tidak akan ada lagi konsumen yang tertipu melalui promosi yang menggiurkan sesaat. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar