Aku termasuk orang yang tidak pernah mendapatkan nilai bagus ketika ujian, standar, hanya kisaran 60-70an, jarang sekali diatas 80. Tapi kali ini ada yang beda, mata kuliah Pengantar Ekologi Keluarga yang menjadi mayor ku di semester tiga ini terbilang susah dan abstrak, membayang-bayangkan.
Aku tidak berharap banyak dengan mata kuliah ini, target ku hanya B, padahal untuk pelajaran lainnya aku menargetkan A. Kejenuhan ku terhadap mata kuliah ini bertambah karna banyak senior yang mengatakan kalau si Ibu Dosen perfectionist, susah diajak kompromi dan la la la.
Ujian Tengah Semester pun tiba, aku dan teman2 berusaha belajar semaksimal, menghapal slide, modul dan bahan bacaan sampai ngelotok.
Setelah ujian selesai aku hanya menanti hasil, tidak berharap banyak. Alhamdulillah ternyata Tuhan memang sayang padaku, jauh dari yang kutargetkan, angka 90 berdiri manis diujung NRP ku, benar2 unpredictable.
Karena nilai 90 itulah, aku jadi berharap, karna memang itu satu2nya harapan mata kuliah dengan nilai akhir A. UAS pun tiba..., aku belajar sekuat mungkin, semua bahan ujian aku baca, tidak satupun yang terlewat, fasilitas internet di kosan juga aku manfaatkan untuk mencari referensi tambahan dan google translate -karena bahan kuliahnya banyak yang menggunakan bahasa inggris yang aku tidak mengerti.
Waktu ujian akhir, aku berdoa agar semuanya lancar, tapi Tuhan berkata lain, leher ku tercekat ketika membaca soal pertama, ku coba untuk menerawang, tapi semuanya gelap.
Aku mulai panik, soal pertama itu nilainya 20. Aku sudah putus asa, merasa memang harapan untuk mendapat nilai A itu jauh. Ku lanjutkan saja mengerjakan soal yang lain, tangan tu tetap menari-nari bersama pulpen tinta basah itu, sesekali aku mencoret lembar jawaban ku karna salah tulis, aku gugup. Satu persatu soal telah ku selesaikan, tinggal soal pertama yang belum sempat kukerjakan. Oke, seperti biasa, aku mencoba menjawab seadanya, sebisanya, ntah benar atau salah. Waktu masih tersisa hampir satu jam lagi, tapi aku sudah menyelesaikan semua soal jawaban itu. Sebelum mengumpulkan aku masih duduk manis di bangku paralel bagian sudut kiri ruang kelas, menanti mereka yang hendak mengumpulkan jawaban ujiannya, karna aku tidak ingin menjadi yang pertama mengumpulkan. Sementara duduk menanti, aku memutar leher ku ke kanan ke kiri, untuk melihat suasana ujian di kelas ku, yang menurutku tidak pernah tenang, mereka tertawa, mereka tersenyum,mereka merungut, mereka melirik, mereka meminjam tipe-x, mereka juga saling mencontek. Teman yang duduk disebelah ku menanyakan beberapa jawaban yang tidak diketahuinya, dengan santai dan baik hati tentunya, aku memberikan clue jawabannya, karna aku tau, dia tau isi jawabannya, tapi tidak tau harus memulai darimana. Merasa dirugikan, takut dikalahkan dan takut gagal mendapat nilai A, dengan perasaan santai dan biasa saja, aku meminta jawaban nomor satu tadi dengannya, alasannya satu, balas jasa, agar seimbang. Sama sekali aku tidak takut akan itu, karena aku merasa itu -mencontek- dibolehkan, teman sekelasku banyak yang begitu -mencontek. Setelah selesai menulis semua jawaban aku pun mengumpulkan jawaban ujian ku, dan menanti mereka, teman ku yang lain diluar kelas dengan perasaan senang dan bahagia karna aku sudah menyelesaikan semester tiga ini dengan bahagia.
Jumat-Sabtu-Minggu-Senin, terdengar kabar bahwa beberapa orang teman ku ketahuan mencontek ketika ujian. Tapi namaku tidak tercantum disitu. Kasihan teman-teman ku. Aku ingin jujur pada bu Dosen bahwa aku juag ikut mencontek, tapi kata mereka biarlah, biarkan saja, lebih baik diam daripada nanti urusannya tambah panjang.
Kamis pagi, Tuhan aku menerima pesan singkat yang isinya seluruh mahasiswa yang merasa mencontek diharuskan mengaku dan jujur, agar urusannya cepat selesai. Aku jujur, tidak ku hiraukan ganjaran indisipliner itu, apalah artinya nilai mutu diatas selembar kertas dibanding dengan kejujuran. Apalah arti Indeks Prestasi yang tinggi tapi ternyata itu semua adalah hasil dari kecurangan.
Aku bilang itu peringatan Tuhan, peringatan Tuhan agar saya tidak merasakan nikmatnya mencontek, peringatan agar saya tidak berfikir kalau mencontek itu aman-aman saja, peringatan Tuhan agar saya menargetkan nilai diatas kertas, tapi menargetkan kejujuran, peringatan Tuhan yang sayang padaku, Tuhan yang tidak ingin aku semakin banyak berbuat salah, Tuhan ingin aku tetap menjadi nanda yang baik, untuk sekian kalinya aku mengungkapkan rasa cinta ini pada Tuhan ku, Tuhan yang paling baik :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar